Thursday, October 13, 2011

Konservatisme Media Massa

Menyoal Konservatisme Agama di Media Massa:
Meneguhkan Peran Kritis Jurnalisme Kampus

Mohamad Abdun Nasir•

Merebaknya penerbitan-penerbitan buku, tabloid dan majalah agama dan menjamurnya program-program keagamaan di media massa memberi pengaruh yang tidak kecil terhadap model keberagamaan masyarakat. Di satu sisi, fenomena ini akan memberikan alternative model keberagamaan yang beragam bagi masyarakat dengan memberi peluang yang luas untuk memilih wacana agama yang ada sehingga terjadi proses dialogis antara media dan audien. Partisipasi masyarakat dalam membangun dan membentuk wacana keagamaan mereka sendiri yang lepas dari kontrol negara mendapat angin segar. Namun sangat disayangkan bahwa, di sisi lain, model keberagamaan yang diusung tersebut tidak semuanya menyuarakan semangat keagamaan yang progresif dan toleran. Sebaliknya, tidak sedikit dari media-media ini yang justru menjadi corong agenda gerakan kebangkitan agama yang cenderung sektarian dan ekslusif. Sementara kelompok mayoritas tetap mendominasi dan kelompok minoritas tetap terpinggirkan dan kurang terakomodir secara memadai, ada kelompok minoritas radikal yang mampu bersuara keras karena didukung oleh sistem komunikasi dan media yang baik.

Media massa baik cetak maupun elektronik memiliki pengaruh yang besar terhadap konstruksi realitas sosial dan pemaknaannya, termasuk dalam ranah agama. Agama bisa tampil dalam wajahnya yang beragam tergantung bagaimana media merepresentasikannya. Edward Said menjelaskan bagaimana Barat selama ini memanggungkan Islam. Menurutnya, dalam dasawarsa beberapa tahun belakangan, khususnya sejak revolusi Iran menarik perhatian Eropa dan Amerika, media telah mengekspose Islam; mereka memperlakukannya, memberinya karakter, menganalisisnya, dan dengan demikian membuatnya tampil sedemikian rupa. Agama dapat pula dimunculkan di media massa dalam aura yang absolut, rigid, kaku yang mensyaratkan penerimaan agama secara taken for granted. Dalam bingkai yang demikian, agama dihadirkan sebagai kebenaran mutlak yang tidak menghendaki proses humanisasi dalam penerimaan dan pelaksanaanya. Alhasil, agama kemudian tampil dalam wajahnya yang tunggal, monolitik dan anti pluralitas. Sebaliknya, ajaran agama bisa hadir pula dalam arus media dalam bingkai yang lebih kontekstual, toleran, dan interpretatif. Meski mengakui agama merupakan pesan dan nilai-nilai transendental, namun agama yang kontekstual dan intepretatif tidak menolak proses rasionalisasi dan kontekstualisasi karena agama tidak hidup dan hadir dalam ruang yang hampa. Kemungkinan agama tampil di media massa dalam dua wajah (rigid dan kontekstual) di atas sangat tergantung pada bagaimana, dan oleh siapa, doktrin agama tersebut direpresentasikan atau disuguhkan kepada audien dan pembaca. Oleh karena itu, ideologi agama, kepentingan politik dan ekonomi media massa sangat menentukan karakter wacana agama yang disuguhkan.



Untuk mewujudkan pandangan agama yang progresif di media massa bukanlah hal yang gampang karena suatu media, apa itu koran, tabloid, majalah ataupun televisi memiliki kepentingan yang berbeda antara satu dengan yang lain dan menerapkan strategi yang berlainan dalam mengemas berita dan informasi untuk ditawarkan kepada pembaca dan pemirsa secara lebih luas. Pertimbangan pasar, oplah, rating atau untung-rugi turut memboncengi kepentingan media massa. Tidak sedikit media massa yang demi mengejar oplah dan keuntungan secara tidak langsung, sengaja atau tidak, terbawa arus wacana keagamaan mayoritas yang kadang konservatif karena dipandang menguntungkan daripada mengekspose kelompok minoritas yang kurang memberikan kontribusi ekonomis bagi industri media massa.

Di sinilah arti pentingya menghadirkan penerbitan yang lebih memihak kepada agenda –agenda pencerahan dan toleransi keberagamaan. Dan salah satu agen sosial yang mampu memainkan peranan penting tersebut adalah mahasiswa melalui jurnalisme kampus yang profesional dengan misi dan advokasi idialisme yang tinggi. Tulisan ini dimaksudkan untuk menawarkan alternative pandangan tentang peran dan fungsi pers mahasiswa atau kampus sebagai counter discourse atas merebaknya konservatisme agama di media massa.

*Dosen Fakultas Syariah IAIN Mataram yang sedang menyelesaikan studi S3 bidang agama di Universitas Emory, Atlanta, AS. Makalah disampaikan dalam Seminar “Konservatisme Agama di Media Massa”, yang diselenggarakan oleh LPM Ro’yuna, PPMI Mataram dan SEJUK Jakarta, Jumat 1 Juli 2011 di Auditorium IAIN Mataram.

Friday, January 14, 2011

Pemetaan Pendekatan dalam Kajian Islam dan Jender

Mohamad Abdun Nasir

Penggambaran jender dalam banyak literatur keislaman, terutama yang klasik (meski banyak yang kontemporer juga), seringkali dipenuhi dengan bias, stereotipisasi dan prasangka. Kitab-kitab tafsir, hadis dan, terutama, fikih merupakan genre referensi studi Islam yang seringkali merepresentasikan corak misoginis. Hal ini dimungkinkan karena berbagai sebab, antara lain, pertama, model pendekatan kajian yang condong bersifat literer pada teks, seperti al-Qur’an dan hadis. Alasan lain adalah karya-karya tersebut ditulis oleh para sarjana Muslim yang kebanyakan laki-laki yang tidak sensitif jender. Dengan demikian, hasil karya intelektualitas tersebut diproduksi dalam kerangka metodologi dan setting sosial yang spesifik. Oleh sebab itu, karya tersebut tidak bisa dipandang secara mutlak sebagai representasi Islam yang murni. Mereka hanyalah salah satu varian dari corak pemikiran keislaman yang mesti dilihat secara proporsional.

Karena itu, premis-premis dasar mengenai konsep penciptaan laki-laki dan perempuan, posisi mereka di depan hukum, kesaksian, warisan, hak dan kewajiban suami-istri, status hukum kelompok transjender dan isu-isu jender lainnya yang dirumuskan berdasarkan pada karya-karya tersebut tidak secara otomatis merepresentasikan pandangan Islam yang “haq”, sebab ternyata ada pandangan-pandangan lain yang berbeda yang juga berdasarkan pada teks-teks yang otoritatif. Metode dan pendekatan yang berperspektif jender dalam membaca posisi laki-laki dan perempuan dalam Islam tentu akan menghasilkan perbedaan bacaan dan pemahaman yang akan menempatkan hubungan jender pada posisi yang lebih seimbang, sebuah posisi yang dipromosikan oleh al-Qur’an dan hadis, sebagaimana yang diyakini oleh para feminis Muslim dan kampium keadilan jender. Dalam semangat demikian, muncul beberapa metode alternatif guna merumuskan ide keadilan jender. Para sarjana yang berkecimpung dalam proyek ini mencoba menggali semangat dan merumuskan metode baru yang mereka percaya sebagai sarana alternatif untuk memperjuangkan keadilan jender.


Berbagai metode dan pendekatan studi jender dalam Islam yang dipaparkan dalam tulisan ini menunjukkan nilai lebih masing-masing dan potensi masalah yang mengikutinya. Pendekatan teks sangat bermanfaat dalam rangka untuk reformasi dan reinterpretasi atas teks-teks yang dianggap bias jender. Masalahnya pendekatan ini seringkali berhenti sebatas pada wacana atau diskusi dalam ruang tertutup, sehingga tidak mampu melihat pada sisi praktis. Pendekatan sejarah membantu melihat kembali masa lalu dan mengungkap sisi-sisi dinamis hubungan jender yang tidak terekam dalam telaah normatif sejarah. Dengan sejarah kritis dan sejarah sosial, posisi dan agensi perempuan bisa dilihat dalam sejarah secara jelas, dimana dalam banyak teks pada galibya mereka sering dianggap inferior. Sementara pendekatan empiris mampu mengungkap pengalaman dan tradisi jender paling mutakhir dalam masyarakat Islam dan menawarkan berbagai cara pandang mengenai relasi jender, meskipun cara ini terbelit isu pencerabutan teks dari tradisi Islam.

Dengan mensinergikan pendekatan-pendekatan di atas, penulis berkesimpulan bahwa semua aspek baik teks, sejarah, konteks dan pengalaman empiris akan mampu mengisi gap dan kekurangan dari masing-masing pendekatan. Teks tetaplah menjadi faktor penting dalam membentuk pola pikir dan pola keberagamaan umat Islam. Menegasikan teks sama artinya dengan membuang separoh lebih tradisi Islam. Begitu pula aspek sejarah dan pengalaman empiris akan membantu memahami bagaimana teks dimaknai dan diterapkan dalam kehidupan yang riil. Teks tidak hadir dalam ruang yang hampa, tapi berada dalam kawasan pertarungan antara berbagai aspek dan kepentingan baik agama, sosial, politik budaya antar individu, kelompok dan negara atau kelas dan lain sebagainya yang terjadi dalam matra dan konteks sejarah yang spesifik.

*Artikel lengkap dimuat di Jurnal Qawwam, PSW IAIN Mataram, 2009